16 Maret 2009
Sinar Harapan
Kupang - Pemerintah daerah harus mendorong masyarakat agar memanfaatkan potensi lokal yang ada sehingga predikat "Provinsi Rawan Pangan" bisa segera diakhiri. Masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) seharusnya tidak mengalami rawan pangan atau gizi buruk setiap tahun. Persoalan ini terjadi hanya karena pemerintah dan masyarakat di daerah ini belum mengoptimalkan potensi lokal.
Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono menyampaikan hal itu, saat berdialog dengan pimpinan SKPD, para kelompok tani se-Kabupaten Belu di Atambua, Sabtu (14/3) siang.
Mentan hadir di Atambua setelah melakukan kunjungan ke wilayah Republik Demokrasi Timor Leste (RDTL) dan dijemput Wakil Bupati Belu, Taolin Ludovikus, BA, PLT Sekab Belu, Hendrikus Ati, Asisten II Setda NTT, Partini Hardjokusumo, SH.
Mentan menjelaskan, selama empat tahun menjabat sebagai menteri, baru kali ini dirinya berkesempatan melihat dan berdialog dengan petani di perbatasan RI-RDTL. Selama ini hampir setiap tahun dirinya mendapat kabar kalau masyarakat di wilayah NTT sering menderita rawan pangan atau gizi buruk. "Persoalan ini mestinya tidak perlu terjadi kalau pemerintah dan masyarakat memanfaatkan potensi lokal yang ada," ungkap Anton.
Sementara itu, Asisten II Setda NTT, Partini Hardjokusumo menegaskan, Pemprov NTT saat ini mempunyai delapan agenda penting yang menjadi prioritas pembangunan, salah satunya memajukan ekonomi daerah dengan sektor pertanian, terutama pengembangan tanaman jagung. Selain itu, mengembalikan julukan NTT sebagai gudang ternak di Indonesia.
Wakil Bupati Belu Taolin Ludovikus mengakui krisis pangan dan gizi buruk selama ini menjadi persoalan serius di Belu. Pemerintah berusaha dengan mencari pola penanganannya sehingga permasalahan ini segera berakhir.
(philip matias giri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar