JAKARTA | SURYA Online - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) melaporkan dugaan pungutan liar terhadap tenaga kerja Indonesia kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (2/3/2009).
"TKI berpotensi dirugikan karena mereka diminta berbagai pembiayaan meski sudah ada dana yang disediakan oleh negara," kata Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat di Gedung KPK, Jakarta. Jumhur memberi contoh, dana asuransi sebesar Rp 5 juta sampai Rp 10 juta yang seharusnya diterima TKI bermasalah, berhenti di perusahaan jasa tenaga kerja. Selain itu, TKI juga diminta biaya pemulangan sebesar Rp 10 juta sampai Rp 20 juta.
Kemudian, Jumhur menganggap Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 22 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri berpeluang menumbuhkan pungutan terhadap TKI.
Peraturan menteri itu, menurut Jumhur, memangkas wewenang BNP2TKI untuk mengelola dana Pembiayaan Akhir Pemberangkatan (PAP). Akibat peraturan menteri, dana PAP yang dikelola BNP2TKI tidak bisa digunakan. "Jumlahnya sekitar Rp 20 miliar," kata Jumhur.
Ia mengatakan, akibat peraturan tersebut, sangat mungkin TKI mengeluarkan dana tambahan karena dana PAP yang disediakan oleh negara tidak bisa digunakan. "Ada dana negara kok 'ngutip-ngutip' lagi," kata Jumhur menambahkan.
Menurut Jumhur, berbagai bentuk biaya yang harus dikeluarkan oleh TKI itu jika dijumlah bisa mencapai Rp 1,5 triliun. Jumhur berpendapat, biaya itu berpotensi memperkaya orang lain dan dapat dianggap sebagai salah satu bentuk korupsi.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan sampai saat ini KPK masih dalam tahap mendengarkan berbagai laporan tentang pengelolaan TKI. "Itu masukan bagi KPK untuk bisa mengkaji pelaksanaan hal-hal yang terkait dengan TKI," kata Johan. Menurut Johan, informasi dari BNP2TKI merupakan informasi awal. KPK harus mengecek informasi dari pihak lain dan melakukan penelitian di lapangan untuk menentukan langkah lebih lanjut. ant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar