1 Maret 2009
[JAKARTA] Penyelesaian kasus perdagangan orang (trafficking)di Indonesia masih rendah. Dalam dua tahun terakhir, tingkat penyelesaian kasus yang berujung pada vonis hakim justru menurun, yakni 49,7 persen pada tahun 2007 menjadi 37,2 persen tahun 2008.
Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Irjen Hadiatmoko, seusai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri tentang Perdagangan Orang di Jakarta, pekan lalu mengatakan, lama hukuman bagi para pelaku yang telah dijatuhkan hukuman rata-rata berkisar 4 hingga 6 tahun. Disebutkan, dalam empat tahun terakhir jumlah kasus per- dagangan orang diTanah Air terus meningkat.
Pada tahun 2005 jumlah kasus yang bisa ditangani sebanyak 71 kasus, 2006 ada 84 kasus, 2007 ada 177 kasus (sudah divonis 84 kasus), dan tahun 2008 ada 199 kasus (divonis 74 kasus). "Umumnya, data diri para korban dipalsukan data-data, misalnya umur," katanya.
Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Meutia Farida Hatta mengatakan, perdagangan orang adalah bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan, sehingga harus ditangani dengan cermat. "Penanganan kasus perdagangan orang ini cukup sulit, karena termasuk organised crime," ujar Meutia yang juga adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.
Kemiskinan
Data dari Kementerian koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, melaporkan, berdasarkan laporan dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) tahun 2005-2007, telah dipulangkan sebanyak 3.127 korban perdagangan orang baik yang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Hong Kong, Arab Saudi, Jepang, Kuwait, Suriah, Taiwan, dan Yordania. Dari jumlah tersebut, lima orang adalah bayi, 801 anak, 2.321 dewasa, dan sebagian besar korban adalah perempuan (88,9 persen).
Jumlah korban terbesar tersebar di lima lokasi, yakni Kalimantan Barat, (707 korban), Jawa Barat (650), Jawa Timur (384), Jawa Tengah (340), dan Nusa Tenggara Barat (217). [E-7]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar