Sabtu, 28/02/2009
Ramdhan Muhaimin - detikNews
Kuala Lumpur - Keberadaan sekolah Indonesia di Malaysia belum mampu memenuhi keinginan anak-anak TKI di sana untuk menuntut ilmu. Pemerintah RI didesak melobi pemerintah Malaysia untuk penambahan jumlah sekolah Indonesia di negeri jiran tersebut.
"Kita bersyukur sudah punya SIKL (Sekolah Indonesia Kuala Lumpur) dan SIKK (Sekolah Indonesia Kota Kinabalu). Kita berharap pemerintah terus menambah Sekolah Indonesia di Kuching, Johor bahkan Pulau Penang," ujar pengamat pendidikan dari Universitas Islam Internasional Malaysia, Muhajirin dalam Dialog Pendidikan digelar Partai Golkar perwakilan Malaysia di Kuala Lumpur, Sabtu (28/2/2009).
Muhajirin mengatakan, mayoritas anak-anak TKI di Malaysia hingga saat ini belum memperoleh hak pendidikan. Akibatnya, semangat ke-Indonesiaan anak-anak TKI di luar negeri akan hilang dengan sendiri jika tidak mendapat pendidikan yang difasilitasi oleh pemerintah RI.
Sedangkan mereka, kata Muhajirin, tidak mungkin untuk mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah swasta ataupun internasional dikarenakan biaya yang mahal.
"Jadi upaya melalui G to G untuk penyediaan sekolah Indonesia harus terus dilakukan," tambahnya.
Ketua DPP Partai Golkar Muladi mengatakan, baik pemerintah RI maupun Malaysia sama-sama memiliki kewajiban untuk memberikan hak pendidikan kepada anak-anak TKI. Kewajiban pemerintah RI, lanjut dia, berdasarkan UUD 1945 dan UU 20/2003 tentang Sisdiknas. Sedangkan kewajiban pemerintah Malaysia berdasarkan ketentuan internasional mengenai hak pendidikan bagi refugees yang tidak memiliki kewarganegaraan di suatu negara.
"Dalam konteks anak-anak TKI ini, sama saja termasuk yang dilindungi oleh hukum internasional tentang HAM. Jadi kalau tidak dipenuhi hak-haknya, baik pemerintah Indonesia maupun Malaysia sama-sama melanggar HAM," jelasnya yang juga Gubernur Lemhanas.
Sementara itu, Asisten Penasehat Bagian Pendidikan Swasta dari Kementrian Pendidikan Malaysia Hamidon Abdullah menyambut baik niat Indonesia jika akan mengajukan penambahan sekolah Indonesia di Malaysia.
Menurut Hamidon, sebenarnya tidak ada halangan bagi anak-anak Indonesia jika bersekolah di sekolah negeri. Asalkan memenuhi dokumen keimigrasian dan pendaftaran negara.
Meskipun sebetulnya, dia mengungkapkan, dalam Akta Pendidikan Malaysia syeksen 29 A menyebutkan bahwa pemerintah Malaysia hanya berkewajiban menyediakan pendidikan bagi warga negaranya.
"Tidak ada halangan bagi anak-anak Indonesia untuk masuk sekolah-sekolah negeri. Bahkan kami sangat menyambut baik jika ada rencana penambahan sekolah Indonesia," pungkasnya.
Menurut data KJRI Kota Kinabalu tahun 2008, jumlah anak-anak TKI di Sabah saja mencapai 30 ribu yang tidak mengecap pendidikan formal. Belum lagi jika ditambah dengan wilayah lain di Malaysia. Sebgian besar orang tua anak-anak tersebut bekerja di sektor perkebunan.
Sedangkan jumlah sekolah Indonesia saat ini di Malaysia hanya terdapat dua, yaitu di Kuala Lumpur dan Kota Kinabalu.
Sejak dibuka 1 Desember 2008, SIKK baru mampu menampung sebanyak 274 siswa dari anak-anak TKI.
Sementara itu, UU pendidikan Malaysia sendiri sangat membatasi kesempatan kepada selain warga negara untuk masuk sekolah negeri disebabkan kebijakan subsidi hanya bagi warga negara. (rmd/mok)
Ramdhan Muhaimin - detikNews
Kuala Lumpur - Keberadaan sekolah Indonesia di Malaysia belum mampu memenuhi keinginan anak-anak TKI di sana untuk menuntut ilmu. Pemerintah RI didesak melobi pemerintah Malaysia untuk penambahan jumlah sekolah Indonesia di negeri jiran tersebut.
"Kita bersyukur sudah punya SIKL (Sekolah Indonesia Kuala Lumpur) dan SIKK (Sekolah Indonesia Kota Kinabalu). Kita berharap pemerintah terus menambah Sekolah Indonesia di Kuching, Johor bahkan Pulau Penang," ujar pengamat pendidikan dari Universitas Islam Internasional Malaysia, Muhajirin dalam Dialog Pendidikan digelar Partai Golkar perwakilan Malaysia di Kuala Lumpur, Sabtu (28/2/2009).
Muhajirin mengatakan, mayoritas anak-anak TKI di Malaysia hingga saat ini belum memperoleh hak pendidikan. Akibatnya, semangat ke-Indonesiaan anak-anak TKI di luar negeri akan hilang dengan sendiri jika tidak mendapat pendidikan yang difasilitasi oleh pemerintah RI.
Sedangkan mereka, kata Muhajirin, tidak mungkin untuk mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah swasta ataupun internasional dikarenakan biaya yang mahal.
"Jadi upaya melalui G to G untuk penyediaan sekolah Indonesia harus terus dilakukan," tambahnya.
Ketua DPP Partai Golkar Muladi mengatakan, baik pemerintah RI maupun Malaysia sama-sama memiliki kewajiban untuk memberikan hak pendidikan kepada anak-anak TKI. Kewajiban pemerintah RI, lanjut dia, berdasarkan UUD 1945 dan UU 20/2003 tentang Sisdiknas. Sedangkan kewajiban pemerintah Malaysia berdasarkan ketentuan internasional mengenai hak pendidikan bagi refugees yang tidak memiliki kewarganegaraan di suatu negara.
"Dalam konteks anak-anak TKI ini, sama saja termasuk yang dilindungi oleh hukum internasional tentang HAM. Jadi kalau tidak dipenuhi hak-haknya, baik pemerintah Indonesia maupun Malaysia sama-sama melanggar HAM," jelasnya yang juga Gubernur Lemhanas.
Sementara itu, Asisten Penasehat Bagian Pendidikan Swasta dari Kementrian Pendidikan Malaysia Hamidon Abdullah menyambut baik niat Indonesia jika akan mengajukan penambahan sekolah Indonesia di Malaysia.
Menurut Hamidon, sebenarnya tidak ada halangan bagi anak-anak Indonesia jika bersekolah di sekolah negeri. Asalkan memenuhi dokumen keimigrasian dan pendaftaran negara.
Meskipun sebetulnya, dia mengungkapkan, dalam Akta Pendidikan Malaysia syeksen 29 A menyebutkan bahwa pemerintah Malaysia hanya berkewajiban menyediakan pendidikan bagi warga negaranya.
"Tidak ada halangan bagi anak-anak Indonesia untuk masuk sekolah-sekolah negeri. Bahkan kami sangat menyambut baik jika ada rencana penambahan sekolah Indonesia," pungkasnya.
Menurut data KJRI Kota Kinabalu tahun 2008, jumlah anak-anak TKI di Sabah saja mencapai 30 ribu yang tidak mengecap pendidikan formal. Belum lagi jika ditambah dengan wilayah lain di Malaysia. Sebgian besar orang tua anak-anak tersebut bekerja di sektor perkebunan.
Sedangkan jumlah sekolah Indonesia saat ini di Malaysia hanya terdapat dua, yaitu di Kuala Lumpur dan Kota Kinabalu.
Sejak dibuka 1 Desember 2008, SIKK baru mampu menampung sebanyak 274 siswa dari anak-anak TKI.
Sementara itu, UU pendidikan Malaysia sendiri sangat membatasi kesempatan kepada selain warga negara untuk masuk sekolah negeri disebabkan kebijakan subsidi hanya bagi warga negara. (rmd/mok)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar