14/01/2009
Hong Kong, CyberNews. Indoesian Migrant Workers Union (IMWU) mengecam perselisihan yang terjadi antara Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno dan Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Jumhur Hidayat. Keduanya dinilai saling potong wewenang dan ujung-ujungnya hanya duit.
"Drama adu mulut layaknya sebuah sinetron kembali terjadi antara Menakertrans dan Ketua BNP2TKI. Kedua pihak saling potong wewenang masing-masing lembaga," nilai Indoesian Migrant Workers Union (IMWU) dalam siaran persnya kepada SM CyberNews, Rabu (14/1).
Dijelaskan, Depnakertrans melalui peraturan menteri no 22 perihal penempatan BMI mengalihkan kewenangannya kepada pemerintahan daerah, sementara BNP2TKI memakai dasar hukum UU no 39/2004 tentang PPTKILN. Kedua pihak sama-sama memakai UU no 39/2004 tentang PPTKILN sebagai dasar hukum dalam pembuatan keputusan penempatan BMI ke luiar negeri.
"Namun untuk kesekian kalinya juga kedua lembaga negara ini bertengkar, berebut kewenangan. Pasalnya UU no 39/2004 tidak jelas dalam mengatur kewenangan kedua lembaga pemerintah tersebut dalam penenpatan BMI. Ini semakin memperlihatkan dan membuktikan bahwa sebenarnya UU no 39/2004 PPTKILN harus dicabut," ujar Ketua IMWU Sringatin.
Sri menduga konflik antara Depnakaer dan BNP2TKI merupakan perebutan dalam pengelolaan dana asuransi penempatan BMI, yang selama ini merupakan lahan basah. Ia lalu mengutip Tempo Interkatif edisi (12/1) yang menulis, "Sekarang kedua lembaga itu berebut pos dana perlindungan tenaga kerja yang dikumpulkan dari kantong calon tenaga kerja Indonesia. Sebelum berangkat ke luar negeri, setiap calon tenaga kerja menyetor US$ 15 (sekitar Rp 150 ribu) kepada negara. Uang itu dikelola sebagai penerimaan negara bukan pajak dan kini masih dikuasai Departemen Tenaga Kerja. Jumlahnya tahun lalu saja, menurut Jumhur, Rp 80 miliar."
"Saya sudah minta ke Departemen Keuangan agar dana itu dikelola badan nasional saja," kata Ketua BNP2TKI Jumhur Hidayat. Sementara Manakertrans Erman Suparno mati-matian menolak keinginan BNP2TKI tersebut.
"Dalam pandangan kami, konflik ini sejatinya adalah UUD, ujung-ujungnya duit, ujung-ujung dagang. Hal ini tentu saja sudah merupakan watak pejabat, apalagi menjelang pemilu seperti ini," ungkap Sringatin.
(MH Habib Shaleh /CN08)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar