tempo interaktif
Selasa, 19 Januari 2010
Gatot Rihartono, salah seorang perwakilan warga mengatakan, pengosongan tanah dan rumah yang dilakukan Lantamal V TNI-AL tersebut sangat tidak mendasar dan dinilai dipaksakan. "Penyerobotan dimulai dengan turunnya surat edaran pengosongan sejak tahun 2007 lalu," ujar Gatot.
Merasa rumah dan tanah yang ditempati warga bukan milik TNI-AL, warga tidak mengindahkan surat perintah pengosongan yang dikeluarkan oleh Lantamal V tersebut. Lantamal pun secara terus menerus mengirimkan surat edaran hampir tiap bulan hingga tahun 2009 lalu.
Puncaknya, pada 10 Desember 2009 lalu, secara paksa pihak Lantamal V mengeksekusi dua rumah di Jalan Tanjung Nomor 9 dan Jalan Tanjung Nomor 10. Padahal dua rumah ini, termasuk 87 rumah lainnya di kawasan itu dibangun di atas tanah milik pelabuhan yang bangunannya merupakan peninggalan belanda.
"Kami punya bukti, tanah itu HPLnya milik Pelabuhan, dan bangunannya adalah peninggalan Belanda, jadi TNI-AL tidak punya hak atas tanah maupun rumah," kata Gatot, pemilik rumah yang dieksekusi di Jalan Tanjung Nomor 9.
Fahmi Bachmid, kuasa hukum warga mengatakan, secara yuridis TNI-Al tidak memiliki hak atas tanah tersebut. "Meski tanah-tanah disitu ditempati oleh keluarga TNI-AL tapi tanah dan rumah itu bukan rumah dinas TNI-AL," ucapnya.
Keluarga TNI-AL, menurut dia, menempati rumah di kawasan itu sejak tahun 1950an. Kawasan itu juga ditempati oleh para prajurit TNI-AD, TNI-AU, Polri, bahkan masyarakat umum.
Fahmi menunjukkan surat perintah Menhankam tertanggal 12 Maret tahun 1984, Nomor B/7452/M/04/2/363. Isinya, rumah bisa ditetapkan sebagai rumah jabatan atau rumah dinas jika, baik tanah maupun rumah adalah milik TNI. "Sedangkan tanah mapun bangunan di kawasan itu bukan milik TNI," tegas Fahmi.
Meski begitu, pihak Lantamal V TNI AL tetap ngotot untuk mengosongkan kawasan itu dan mengirimkan surat edaran kepada warga dengan mendasarkan pada Surat Keputusan KASAL Nomor KEP/623/V/2008 tertanggal 16 MEI 2008. Dalam SK itu disebutkan bahwa rumah jabatan atau rumah dinas hanya berlaku sampai suami atau istri meninggal sehingga seluruh ahli waris termasuk anak tidak berhak menempati rumah tersebut.
Dalam suratnya itu, Lantamal juga memerintahkan pengosongan rumah dan tanah sebelum tanggal 4 Februari 2010 mendatang. "Karenanya kami meminta perlindungan kepada wakil rakyat," tutur Fahmi.
Selain meminta perlindungan kepada DPRD, para warga ini juga telah mengirimkan surat gugatan kepada Presiden, KASAL, Lantamal-V, serta Komnas HAM. ROHMAN TAUFIQ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar