29 Maret 2009

Meraup Rezeki dari Kawin Kontrak

Meraup Rezeki dari Kawin Kontrak



BOGOR – Pasrah! Itulah sikap yang diperlihatkan perempuan pramusyahwat yang diciduk jajaran Polsek Cisarua dari sejumlah tempat di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor.

Para pekerja seks komersial (PSK) itu tidak memperlihatkan sikap protes maupun menentang tindakan yang dilakukan petugas. Satu persatu mereka memberikan data diri dan alasan menggeluti pekerjaan nista yang dilarang setiap agama itu.
Ada sekitar 20 perempuan beda usia yang digiring ke Mapolsek Cisarua terkait dengan kegiatan Operasi Cipta Kondisi dan Pemberantasan Penyakit Masyarakat (Pekat). Mereka terjaring ketika polisi melakukan penyisiran ke sejumlah rumah kontrakan yang diduga dijadikan sebagai tempat tinggal wanita penjaja cinta, seperti Warung Kaleng dan Gang Sempit di Desa Kopo, Kecamatan Cisarua. Alasan penertiban yang dilakukan jajaran Polsek Cisarua adalah adanya laporan warga yang merasa resah dengan keberadaan para perempuan malam yang kerap beroperasi di lingkungan mereka. Terlebih lagi, keberadaan perempuan pramusyahwat itu untuk menyambut musim libur warga negara Timur Tengah yang sudah diambang pintu. Wanita-wanita ini akan menjadi pelaku kawin kontrak dengan warga negara Arab yang berlibur di kawasan Puncak.
''Kawin kontrak masih marak terjadi di wilayah Kecamatan Cisarua walaupun belakangan ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena warga sekitar menolak perbuatan itu dan sangat resah dengan ulah pekerja seks itu,'' kata Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Cisarua Ipda Deden.
Kawin kontrak di daerah Puncak marak terjadi setiap musim libur warga Timur Tengah tiba. Sebagian besar warga turunan Arab ini tinggal di daerah Kampung Warung Kaleng, Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, dan menghabiskan masa liburnya dengan berbagai kegiatan kepariwisataan. Sebagian di antaranya melakukan kawin kontrak dengan PSK untuk melampiaskan hasrat seksualnya.
"Kalau sudah musim libur tiba, yakni antara April hingga September, ratusan turis asal Timur Tengah berlibur di daerah Warung Kaleng. Banyak di antara mereka melakukan kawin kontrak dengan perempuan Indonesia. Biasanya, PSK dari luar daerah datang ke Puncak untuk memanfaatkan kesempatan itu,'' kata Dedy, warga Desa Tugu.
Para turis Arab ini biasanya banyak yang menginap di vila dan hotel, antara lain Vila Aldita, Barita, Golf, dan Eksarula. Vila tersebut semuanya berlokasi di Desa Tugu, Kecamatan Cisarua.
Kawin kontrak di kawasan Puncak sudah masuk dalam kategori bisnis yang mempunyai jaringan kuat. Bisnis ilegal itu bahkan sudah mengakar ke masyarakat. Sebenarnya kegiatan penertiban para wanita pramusyahwat itu tidak saja dilakukan aparat di daerah Puncak, tapi juga di tempat-tempat lain, seperti Parung, Megamendung, Tenjolaya, Cisarua, dan Cileungsi. Penertiban itu gencar dilakukan sejak Bupati Bogor Rachmat Yasin dengan tegas menolak segala bentuk kemaksiatan yang terjadi di wilayahnya.
"Prostitusi itu adalah bentuk kegiatan maksiat yang harus diberantas hingga ke akar-akarnya. Untuk itu, saya sudah meminta Dinas Kesehatan, Satuan Polisi Pamong Praja, dan pihak Kepolisian untuk mengatasi masalah tersebut,'' tegas Bupati Bogor.
Sebagai bukti keseriusan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dalam memberangus kegiata maksiat di daerah yang dikenal dengan julukan Kota Hujan ini, Tim Penertiban melakukan pembongkaran lokalisasi liar yang ada di Kecamatan Cileungsi. Ratusan rumah bordil yang dijadikan sebagai tempat transaksi seks di Blok Pingset, Anggrek, Cokelat, Bule, UPS dan Anggur, dibongkar petugas.
"Untuk menekan jumlah WTS, kami beserta jajaran kepolisian dan Dinas Kesehatan melakukan operasi gabungan di sejumlah titik seperti Parung, Megamendung, Tenjolaya, Cisarua, dan Cileungsi,'' terang Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor Hary Herawan MM.

Langgar UU Imigrasi
Hal serupa sudah berkali-kali dilakukan Pemkab Bogor. Anggaran ratusan juta rupiah dikeluarkan untuk menertibkan kegiatan prostitusi liar di wilayah Kabupaten Bogor. Bahkan, pihak imigrasi Bogor juga ikut menertibkan turis asing yang melakukan kawin kontrak karena dinilai melanggar visa yang dimiliki.
Dalam visanya, mereka datang ke Indonesia sebagai turis. Nanun, ternyata di Bogor mereka kawin kontrak dengan perempuan Indonesia. Perbuatan itu menurut pihak Imigrasi Bogor melanggar Undang-Undang No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Kegiatan penertiban yang dilakukan Pemkab Bogor melalui Program Nobat (Nongol Babat), tentu saja meninggalkan derita baru bagi PSK. Mereka khawatir tidak akan mampu menutupi kebutuhan hidup dan keperluan anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah. Tidak jarang di antara PSK ini melakukan perbuatan maksiat untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Oleh karena itu, tidak heran ketika dilakukan penertiban di daerah Cileungsi, para PSK di daerah ini "eksodus" ke daerah lain, seperti Cisarua dan Parung, sehingga tidak jarang perempuan yang terjaring di Puncak, beberapa saat kemudian terjaring dalam operasi yang dilakukan petugas di wilayah Parung atau di pusat Kota Bogor.
(periksa ginting)


http://www.sinarharapan.co.id/berita/0903/21/jab02.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar