30 Maret 2009

Di Perempatan Jalan Itu Mereka Menjemput Rupiah

Di Perempatan Jalan Itu Mereka Menjemput Rupiah 


BOGOR – Impitan hidup membuat yang haram menjadi halal. Itulah agaknya yang dilakukan sejumlah pekerja seks komersial (PSK) di Bogor. Apalagi setelah pemerintah kabupaten (pemkab) setempat membombardir sejumlah lokasi prostitusi awal Maret 2009. Akhirnya, perempatan jalan pun menjadi tumpuan hidup.
Sudah lebih setengah jam Dede berdiri di pinggir Jalan Raya Narogong, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Sesekali tangannya melambai memecah sorot lampu kendaraan yang melintas. Senyum tidak pernah lupa ditebar. Lipstik warnah merah yang menghiasi bibir sangat kontras dengan bedak yang menempel di wajah perempuan kelahiran Cianjur itu.
Meski kaki sudah terasa pegal karena berdiri terus dan belum seorang pun yang mampir menyapa dirinya, perempuan yang mengaku sebagai mantan penghuni lokalisasi liar pangkalan 11 ini masih terus bertahan. Ia tidak gampang menyerah. Harapannya untuk mendapatkan tamu malam itu sangat besar. Dengan kedatangan tamu itu, berarti dompet kulit warna cokelat yang terus digenggam Dede akan terisi.
"Harapan harus ada. Kalau dapat tamu syukur, tapi kalau tidak juga berarti nasib saya lagi apes. Saya harus menabung setiap hari untuk persiapan kebutuhan sekolah anak saya,'' ujar pemilik rambut lurus sebahu itu.
Dede adalah satu dari sekian perempuan pramusyahwat yang selalu mangkal di bilangan Jalan Raya Narogong. Mereka menjadikan jalan yang menghubungkan Bogor dengan Bekasi itu sebagai tempat mangkal mencari pria hidung belang yang ingin berkencan ria. Perempuan yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial (PSK) ini terpaksa mangkal di pinggir jalan lantaran rumah-rumah bordil yang selama ini menampung mereka di daerah Limusnunggal, Cileungsi, sudah diratakan Pemkab Bogor melalui kegiatan penertiban terpadu yang berlangsung pertengahan Maret 2009.
Penertiban terhadap rumah-rumah bordil dan warung remang-remang itu dilakukan pemerintah setempat sebagai tindak lanjut program Bupati Bogor untuk menutup seluruh lokasi yang selama ini dijadikan sebagai tempat transaksi seks.
Bupati Rachmat Yasin tidak ingin tempat-tempat maksiat itu dibiarkan mengotori lingkungan masyarakat. "Prostitusi itu adalah bentuk kegiatan maksiat yang harus diberantas hingga ke akar-akarnya,'' tegas Rachmat Yasin.
Berbekal surat perintah dari orang nomor satu di Pemkab Bogor, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial (Disnakertrans) Kabupaten Bogor, Dinas Kesehatan, serta jajaran TNI/Polri yang tergabung dalam Tim Penertiban Pemkab Bogor membongkar bangunan liar tanpa perijinan.
Pembongkaran ratusan bangunan permanen yang tersebar di lima blok, yakni Blok Cokelat, Blok Anggrek, Blok Bule, Blok Lengkong, dan Blok UPS ini membuat ratusan perempuan penjaja cinta yang datang dari daerah di Jawa Barat kehilangan tempat mangkal. Sebagian kembali ke tempat tinggalnya, tapi tidak sedikit tetap bertahan di rumah kontrakan dan menjalankan profesinya sebagai perempuan pramusyahwat yang berkeliaran pada malam hari.

Mangkal di Warung
Suasana malam hari di Jalan Narogong juga terjadi di bilangan Jalan Raya Kemang dan Parung, Kabupaten Bogor. Di kedua sisi jalan provinsi yang menghubungkan Bogor, Tangerang, dan Jakarta, berjejer perempuan belia memperdagangkan cinta sesaat bagi mereka yang membutuhkannya. Mereka juga nongkrong di warung-warung, kios rokok, atau tenda yang ditinggal pemiliknya.
Tak ada rasa sungkan. Jika ada mobil atau pengendara sepeda motor yang melintas, mereka melambai sambil memanggil. Ada yang berhenti lalu bercengkerama dengan wanita PSK itu. Namun, kebanyakan mengabaikannya. "Mampir, Pak. Istirahat dulu. Mau minum kopi atau bandrek susu. Mi rebus juga ada,'' ujar perempuan yang nongkrong di warung.
Basa-basi itu sering mereka ucapkan saat memulai aksinya untuk merayu tamu. Jika sudah ada kesepakatan, para wanita itu kemudian menawarkan tempat berkencan sesuai kemampuan tamunya. Ada yang bercinta di hotel berbintang, tapi kebanyakan memilih penginapan kelas melati yang sewa kamarnya antara Rp 50.000-75.000 per malam.
Anggota DPRD Kabupaten Bogor Darwin Saragih sangat mendukung tindakan pemerintah dalam menertibkan lokalisasi prostitusi liar. Namun, harus dibarengi dengan langkah berikutnya, seperti pembinaan dan penyaluran tenaga kerja bagi PSK.
Mengenai kemungkinan dibangun lokalisasi resmi, Darwin mengatakan perlu pembahasan yang sangat matang dan melibatkan semua unsur walaupun itu sangat kecil kemungkinannya. (periksa ginting)


http://www.sinarharapan.co.id/berita/0903/25/jab03.html

 

 


1 komentar:

  1. makasih hehe asik dapat ilmu nih dari agan yang baik hati ini :D tampilan blog agan keren banget kalau boleh tau apa nama templatenya :) kasih tau dong...


    JOIN SITE -> WWW.CYBERPWK.COM Cara Hack & Mengetahui Password Facebook Terbaru

    BalasHapus