05 November 2009

Nasib PKL Terabaikan


Jumat, 6 November 2009
 

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia Provinsi DKI Jakarta Hoiza Siregar menilai, penertiban pedagang kaki lima dalam beberapa pekan ini telah mengabaikan nasib PKL. Apalagi, kalau penertiban itu hanya demi Adipura.

Pernyataan Hoiza Siregar di Jakarta, Kamis (5/11), dikaitkan dengan nasib para PKL di Jalan Wijaya II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. PKL di jalan itu lebih memilih tidak membuka lapak daripada menjadi sasaran penertiban oleh pemerintah kota setempat.

"Memang sudah beberapa kali diperingatkan akan digusur. Sudah biasa seperti ini. Namun, karena mau ada penilaian piala Adipura, kami mengalah dululah. Nanti juga bisa buka lagi," kata Nanang, salah satu PKL.

Namun, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Jakarta Selatan Jurnalis mengatakan, penertiban dilakukan agar ruas jalan tersebut tertata. "Pemerintah kota banyak menerima keluhan dari warga yang tinggal di daerah sini dan pengguna jalan. Jalan ini semrawut karena banyaknya parkir liar dan PKL. Hari ini memang kesempatan terakhir mereka atau kami tertibkan," kata Jurnalis.

Selain di Jalan Wijaya II, pekan depan, Pemerintah Kota Jakarta Selatan juga akan menertibkan PKL di kawasan Ragunan.

Kemarin di Jakarta Timur, penertiban juga dilakukan di pasar dan Stasiun Jatinegara hingga Terminal Kampung Melayu. Sepanjang Kamis kemarin, kawasan Jatinegara menjadi lebih tertib dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Wakil Camat Jatinegara Ali Murtado mengakui, hari itu dikerahkan 120 anggota Satpol PP dari enam kelurahan untuk menjaga lokasi yang biasa diserbu PKL.

"Kami melakukan penertiban di kawasan ini sejak dua bulan lalu. Kini tinggal mempertahankan kondisi," ucap Ali. Ali mengakui, menjaga kawasan tetap tertib lebih sulit dilakukan. "Begitu Satpol PP menghilang, trotoar kembali penuh PKL. Begitu PKL pergi, yang muncul parkir liar," ucapnya.

Mau ditertibkan

Hoiza mengatakan, tidak benar jika PKL tidak mau ditertibkan. Namun, kalau penertiban ini hanya untuk Adipura, kemudian dibiarkan tumbuh lagi, PKL juga akan terus membandel.

"Bagaimana pun, PKL itu maunya ada kepastian bisa terus berdagang. Kami mengambil risiko berdagang di tempat rawan gusuran karena memang tidak ada tempat lagi," kata Hoiza.

Menurut Hoiza, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Daerah sebenarnya sudah melindungi PKL. Di antaranya perintah agar setiap pusat perbelanjaan menyediakan tempat untuk PKL. Akan tetapi, sampai saat ini hanya sedikit mal yang menampung PKL. Daya tampungnya pun rata-rata di bawah 50 PKL.

"Padahal, di seluruh Jakarta ini ada lebih dari 130.000 PKL. Sementara, lokasi binaan PKL dari pemerintah amat terbatas. Di sisi lain, kami adalah penggerak ekonomi rakyat yang kuat, bahkan tidak patah oleh krisis ekonomi. Harusnya pemerintah memikirkan serius nasib kami," katanya.(WIN/ONG/NEL)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar