05 November 2009

Diperlukan Buku Sekolah Gratis



Kamis, 5 November 2009

Jakarta, Kompas - Kebijakan pemerintah soal buku sekolah elektronik perlu dievaluasi secara cermat. Kebijakan tersebut tujuannya bagus, agar masyarakat bisa mendapatkan buku dengan harga murah. Meski demikian, dalam praktiknya, kebijakan tersebut menemui banyak kendala, antara lain, tidak semua sekolah mempunyai fasilitas internet untuk mengunduh buku sekolah elektronik yang yang ada di internet.

"Ketika dibuat dalam bentuk cetak, biaya distribusinya ternyata mahal," kata Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Setia Dharma Madjid, seusai pembukaan Indonesia Book Fair Ke-29, pameran buku terlengkap dan terbesar di Indonesia, Rabu (4/11) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta.

Menurut Madjid, beberapa penerbit di bawah naungan Ikapi mencoba mencetak buku sekolah elektronik (BSE) yang hak ciptanya dipegang Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ternyata biaya cetaknya mahal sehingga sulit memenuhi harga eceran tertinggi yang ditetapkan Depdiknas.

Oleh karena itu, lanjut Madjid, Ikapi mengusulkan agar pemerintah menyediakan buku sekolah gratis. Jika diasumsikan kebutuhan buku sekolah setiap anak Rp 300.000, untuk 50 juta anak sekolah dibutuhkan anggaran Rp 15 triliun. Jumlah ini sekitar seperempat dari anggaran Depdiknas yang besarannya sekitar Rp 64 triliun.

"Buku itu berlaku lima tahun," kata Madjid. Ia tidak menjelaskan kondisi buku setelah lima tahun dipakai siswa secara bergantian.

RUU Sistem Perbukuan

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas Mansur Ramli, ketika membuka Indonesia Book Fair, mengatakan, saat ini Depdiknas sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Perbukuan.

"Rancangan UU tersebut akan memuat segala sesuatu yang terbaik bagi pemerintah dan terbaik bagi penerbit. Oleh karena itu, perlu duduk bersama merumuskannya," katanya.

Mansur Ramli juga mengingatkan penerbit buku untuk tidak terlalu khawatir dengan masuknya buku-buku asing dari negara tetangga, terutama Malaysia. Menurut dia, adanya pihak asing merupakan tantangan bagaimana meningkatkan kualitas perbukuan di Tanah Air. Pesaing jangan dimatikan, tetapi tempatkan ia sebagai mitra terbaik.

Hal itu disinggung Mansur Ramli karena dari 127 penerbit buku yang ikut Indonesia Book Fair 2009, yang berlangsung hingga 8 November mendatang, lima peserta di antaranya penerbit dari Malaysia. (NAL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar